Tentang RUU Cipta Kerja dan Tagar “Indonesia Butuh Kerja”

 

Sumber: Finance.detik.com 


Lini masa di Twitter dan Instagram beberapa waktu terakhir ini ramai dengan tagar #IndonesiaButuhKerja. Tagar ini berasal dari postingan yang didominasi youtuber dan influencer. Secara terang-terangan lewat unggahan video beserta caption, mereka menyatakan dukungannya terhadap RUU Cipta Kerja, atau biasa kita sebut dengan Omnibus Law. Youtuber seperti Gritte Agatha dan beberapa artis seperti Gading Martin dan Cita Citata termasuk yang mendukung RUU Cipta Kerja ini. Dukungan-dukungan itu tentunya menimbulkan pro-kontra netizen. Pasalnya, yang selama ini kita tahu, banyak pasal yang merugikan masyarakat ekonomi rendah, terutama buruh dan perempuan.

Dikutip dari Tempo.co dalam artikel “Pasal-pasal bermasalah RUU Cipta Kerja Versi Koalisi Masyarakat”, terdapat 3 pasal yang dianggap bermasalah. Salah satunya yaitu: Pasal 89 yang mengubah ketentuan pada pasal 59, pasal 90, pasal 93, Pasal 151 dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Jika pasal 59 UU No. 13 tahun 2003 terkait Pekerja Kontrak untuk Waktu Tertentu (PKWT) dihapus, artinya: tidak ada batasan kapan kontrak akan selesai. Hal ini berarti akan terdapat ketidakpastian kerja karena menjadi pegawai kontrak secara terus-menerus.

Jika Pasal 90 UU Ketenagakerjaan dihapus, tidak akan ada sanksi bagi para pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum. Ya, sudah bisa dibayangkan. Tak ada sanksi, para pengusaha makin beraksi.

Jika pasal 93 UU Ketenagakerjaan dihapus, akan ada perubahan aturan mengenai cuti dan izin bagi karyawan. Termasuk cuti khusus atau izin tidak masuk saat haid hari  pertama bagi perempuan (Pasal 93 huruf a). Bayangkan saja teman-teman perempuan yang kerja di hari pertama haid harus nahan sakit keram yang datangnya belum tentu bisa diprediksi. Rebahan aja sudah tak nyaman, apalagi sambil kerja (?)

Selain itu, penghapusan pasal 151 UU Ketenagakerjaan akan menghilangkan peran serikat buruh dalam melakukan negosiasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pihak perusahaan. Ini artinya: jika terjadi PHK secara sepihak, buruh belum tentu bisa mendapatkan haknya. Padahal, PHK sepihak juga tidak seharusnya dilakukan kecuali tertera dalam kontrak dengan alasan tertentu. 

Jika demikian banyaknya pasal bermasalah, mengapa youtuber dan influencer banyak yang mendukung RUU ini?

Terlepas apakah mereka sudah membaca draft Omnibus Law atau belum, RUU ini tidak akan berdampak buruk bagi mereka. Pasal-pasal bermasalah yang saya kutip sebelumnya, tidak akan berefek besar pada pendapatan mereka. Bahkan bisa jadi RUU ini menguntungkan bagi mereka. Jika Youtuber A dapat endorse produk B, lalu melalui RUU ini banyak investor asing yang invest ke perusahaan produk B,  otomatis produk B akan meningkat dan melahirkan produk-produk baru, tentu saja youtuber A akan mendapat perpanjangan kontrak endorse, bahkan bisa jadi Youtuber A ini akan mendapatkan endorse produk lain dari perusahaan yang sama. Dan begitulah dengan yang lainnya. (Ini hanya contoh).

Dukungan mereka ini juga menimbulkan prasangka beberapa kalangan masyarakat bahwa pemerintah membayar buzzer dan influencer untuk mensukseskan RUU ini. Gimana mau nggak prasangka? sedangkan diam-diam DPR masih terus membahas dengan target sebelum HUT RI, Onmibus Law harus sudah jadi UU.

Namun, melalui CNNIndonesia.com, anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary menyampaikan bahwa pemerintah tidak ada kerjasama dengan artis. Ia Malah bersyukur jika RUU ini mendapat dukungan dari artis Tanah Air.

Meskipun begitu, tanpa menutup kemungkinan RUU Cipta Kerja akan disahkan, penting bagi kita untuk tetap mengawalnya. Jangan sampai pembahasan yang katanya sudah mencapai 75 persen ini, malah jadi momok yang menakutkan bagi rakyat, khususnya kaum ekonomi lemah. Jurang kemiskinan sudah ada di depan mata, jangan sampai dibuat terjun bebas tanpa ada jaring-jaringnya.


Post a Comment

0 Comments