Nasib Sampah Plastik di Tengah Krisis Pandemi Corona


Potret kali yang penuh sampah plastik dan air yang menghitam (Lokasi: Salah satu desa di Kabupaten Demak). Dok. Penulis

Sore itu langit berwarna jingga. Namun, semburatnya tak mempercantik pemandangan di depan saya. Tepat di kali depan rumah, saya menemukan aliran kali yang mulai surut, penuh dengan sampah rumah tangga, dengan dominasi plastik dan bahan yang sulit terurai lainnya seperti popok. Warna airnya hitam pekat. Sesekali pucuk sampah plastik mencuat dari sana. Ada bungkus deterjen, kantong plastik, sampai bubble wrap yang sering digunakan untuk membungkus paket hasil belanja daring. Membuat saya kembali teringat paket yang beberapa kali saya terima terbungkus dengan perekat serta bubble wrap juga.

Tak bisa dipungkiri memang, di masa pandemi Corona Virus Dieses 2019 (Covid-19) terjadi peningkatan masyarakat dalam belanja daring. Panic buying dan ketakutan akan tertular virus bila keluar rumah menjadikan alasan utama dalam penggunaan jasa pengiriman paket dan delivery order makanan. Tak bisa dipungkiri juga, bahwa sebagian besar paket-paket barang tersebut dibungkus dengan bahan yang sulit terurai seperti sterofoam, kantong plastik dan bubble wrap.

Survei yang dilakukan oleh Tim Survei Sampah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait “Dampak PSBB dan WFH terhadap Sampah Plastik di Kawasan Jabodetabek” menyatakan bahwa terdapat peningkatan dalam kegiatan belanja online. Dimana survei yang dilakukan secara daring pada 20 April - 5 Mei 2020, menunjukkan bahwa 96% paket belanja daring dibungkus dengan bahan plastik: selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap. Bahkan faktanya, di kawasan tersebut sampah plastik dari pembungkus paket porsinya lebih banyak jika dibandingkan dengan kemasan produk yang dibeli.

Tumpukan kardus bekas belanja daring yang kelilingi selotip. Dok. Penulis 

Selaras dengan hasil penelitian LIPI, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Andono Warih yang dikutip dari Tribunjakarta.com pada artikel “Pemprov DKI: Sampah Plastik Meningkat Selama Pandemi Covid-19 Akibat Peningkatan Belanja Online” (1/06), menyampaikan bahwa Selama pandemi ini memang terjadi peningkatan frekuensi berbelanja secara daring, baik layanan antar makanan siap saji ataupun belanja online berupa paket. Hal ini berdampak pada peningkatan sampah plastik pembungkus paket belanja online tersebut.

Di Surabaya, selain peningkatan jumlah kasus Pasien positif corona yang tinggi, keberadaan sampah plastik di kota tersebut juga meningkat.  Dikutip dari Voaindonesia.com dalam artikel “Aktivis Lingkungan Anjurkan Batasi Konsumsi Plastik Selama Pandemi” (10/07), Peneliti Ecoton, Andreas Agus Kristanto Nugraha menyampaikan bahwa kantong plastik, sterofoam dan plastik pembungkus ukuran kecil (sachet), menjadi penyumbang terbanyak sampah plastik di sungai Surabaya.

Lain kota, lain pula dampaknya. Di Semarang terjadi pergeseran produksi sampah. Dimana biasanya pasar menjadi salah satu produksi sampah terbanyak kini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan produksi sampah rumah tangga yang mengalami kenaikan. Dikutip dari Tribunjateng.com dalam artikel “Selama Pandemi Virus Corona, Hanya sampah Pasar yang Sedikit Berkurang di Kab. Semarang” (11/05), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Semarang, Nurhadi Subroto menjelaskan bahwa alasannya karena terjadi peningkatan aktivitas di rumah selama Work Form Home (WFH) dan penurunan aktivitas pasar karena situasi pandemi ini.

Lalu bagaimana dengan sistem pilah sampah yang selama ini selalu digembar-gemborkan sebagai campaign atas pengurangan dampak lingkungan terhadap sampah plastik? Nyatanya, menurut LIPI, hanya 1 dari 2 responden yang memilah sampah plastik. Walaupun 98% responden menilai penting dalam memilah sampah plastik, dan 51% responden berpendapat bahwa diri sendiri menjadi bagian paling bertanggung jawab dalam mengelola sampah plastik. Tak heran jika ternyata terjadi peningkatan sampah plastik tanpa ada pengolahan yang maksimal.

Memilah sampah berupa botol plastik. Dok. Penulis.

Kabar baiknya, campaign mengenai daur ulang sampah masih terus dilakukan. Seperti salah satu aplikasi usaha rintisan (Startapp) bernama Mountrash, sebuah aplikasi yang mengajak penggunanya untuk memilah dan mengumpulkan sampah serta rongsokan di rumah untuk kemudian ditukar menjadi uang. Selain itu, ada Zero Waste Indonesia, sebuah platform yang memberikan solusi untuk gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi sampah tekstil yang ada di sekitar.


Mungkin benar, gaya hidup Zero Waste jadi usaha paling nyata untuk mengurangi produksi sampah plastik. Di tengah krisis pandemi yang tak bisa diprediksi, penting untuk tetap peduli pada lingkungan. Jangan karena rasa panik akan tertular virus corona, penggunaan bahan plastik membuat diri abai pada dampak yang dihasilkan. Mengurangi dan memanfaatkan kembali penggunaan bahan plastik bisa menjadi salah satu caranya. Di sore hari itu, saya menyadarinya. Diri sendiri jadi jalan paling utama untuk memulainya.

Post a Comment

0 Comments