Judul buku: Kulminasi dan cerita-cerita lain
Penulis: Peserta terpilih cerpen UWRF 2016
Penerbit: Histeria
Tahun terbit: 2017
Tebal buku: 174 Halaman
Assalamualaikum...
Kayaknya aku terlalu sering mengulas novel dan itu
kebanyakan fiksi. Maka dari itu, aku ingin melakukan penyegaran otak dengan
membaca sebuah antologi cerpen berjudul Kulminasi dan cerita-cerita lain. Buku
ini merupakan karya terpilih dari para peserta lomba Ubud Wrtiters
& Redears festival (UWRF) di Ubud, Bali 2016. Sebuah festival paling bergengsi di
Ubud. Saking bergengsinya, di tahun 2018 kemarin, telah hampir mencapai 1000-an
lebih peserta yang mengirim karya untuk kategori cerpen.
Jangan tanya aku apakah aku ikut mengirimkan karyaku atau
tidak, bahkan aku kebingungan dengan tema yang sedang diangkat. Kemampuanku
harus terus diasah untuk bisa lolos dalam festival ini. Untuk lebih lengkapnya,
kalian bisa membuka websitenya di http://www.ubudwritersfestival.com/
Balik lagi ke Antologi cerpen Kulminasi dan cerita-cerita
lain.
Karena ini berbentuk Antologi, jadi tidak ada blurb kisah
secara singkat. Yang ada hanya potongan-potongan cerita yang sekiranya menarik
menurut penerbit. Yuk, cek dulu.
*_*_*_
dia adalah satu dari banyak orang. Dia adalah satu dari banyak
peleburan. Da adalah lautan, gunung dan matahari itu sendiri.
Dan, detik itu pula, begitu saja dia mengerti sesuatu. Mulai
saat itu dia tidak boleh jatuh cinta. Atau dia akan kehilangan inderanya. Tapi
dia menyakini, bahwa suatu saat ketika dia menemukan belahan dirinya, dia kan
jatuh cinta kepadanya, dan akan mengorbankan nyawa untuknya.
- Tat Tvan Asi, Azri Zakiyyah
Tapi apakah sesungguhnya takdir? aku mengejawantah seraya
menelisik ucap pengkhotbah yang kerap menyebutkan kata takdir dalam pemuliaan
otoritas dan pentingnya kepatuhan terhadap hal itu. tapi aku justru melihat
bahkan mengalami, bawa takdir ialah rangkai pikiran. Dan pikiran membidani peristiwa.
-Udumbara, Deasy TIyaroh.
Hujan turun lagi. Barangkali Tuhan memang menjadikan hujat
sebagai pengantara cinta kita. Entahlah. Bagiku hujan adalah penenang dari
tubuhku yang panas dingin melihatmu langsung.
-Kulminasi, Dimas Indiana Senja
Badanku lengket dan menjijikkan. Aku merasa seperti keong
berlendir yang sekarat.
“Siramkan air bunga kembang tujuh rupa ini dari atas,”
katanya sambil mengaduk-aduk sesuatu di sebuah tempayan kecil dari tanah liat.
Rasa air yang dingin sekejap membuatku terkejut. Kedua orang tuaku lalu
memapahku ke laut. Mereka mencelupkan kepalaku sebanyak sembilan kali sesuai
dengan angka hari kelahiranku yaitu hari sabtu. Aku menggigil kedinginan.
“Suruh dia tidur telungkup.”
- Tat Tvan Asi, Putu Rastiti
*_*_*_
Jadi gimana? Udah ada pandangan tentang bagaimana antologi
cerpen ini?
Jujur, aku tak bisa mereview banyak karena antologi bukanlah
sebuah kesatuan alur cerita. Hanya saja, tema yang disajikan itu sama. Yaitu
tentang Tat Tvan Asi yang berarti aku adalah engkau, engkau adalah aku, atau
kita semua satu. Tat Tvan Asi sendiri adalah warisan falsafah Hindu abad ke 6.
Hal yang membuatku tertarik untuk membaca buku ini adalah
karena covernya yang bagus. Sebuah ilustrasi yang penuh dengan makna. Selain
itu, kepingan-kepingan cerita yang disajikan di cover belakang buku juga
membuatku semakin menginginkan buku ini.
Masing-masing cerita memiliki makna yang berbeda. Ada yang
murni tentang peleburan cinta. Ada juga tentang bakti kepada orang tua. Juga
ada tentang ironi kehidupan sosial dan masyarakat.
Diksi yang digunakan sangat
bagus dan luas. Perumpamaan yang belum pernah ku kenal tapi tetap nyaman
untuk dibaca. Ini cocok untuk kalian yang belajar nulis dan memerlukan
tambahan kosa kata dan diksi yang indah.
Beberapa bagian ditampilkan sebuah ilustrasi yang membuatku
semakin terpesona dengan buku ini. Ilustrasi yang sederhana namun apik.
Sebuah Antologi cerpen yang tak bisa untuk dilewatkan begitu
saja.
Sampai di sini dulu ulasannya ya.... Kembali lagi di lain
waktu dengan buku-buku yang tak kalah keren.
Wassalamualaikum....
0 Comments