Judul Buku: Rahasia Diary Pegon
Penulis: Machtumah Malayati
Penerbit: Diva Press
Tebal buku: 231
halaman
Tahun terbit: 2018
Assalamualaikum...
Kalian tahu tentang Pegon? Pasti kalian sekarang sedang
menciptakan kerutan di dahi kalian akibat memikirkan apa itu Pegon. Pegon
adalah huruf arab yang digunakan untuk membahasakan bahasa jawa. Secara
sederhana, Pegon adalah huruf arab yang digunakan untuk menulis huruf bahasa.
Misal kata “buku” kalau ditulis dalam huruf pegon akan menjadi huruf hijaiyah
Ba’ digandeng dengan huruf wau, terus Kaf digandeng dengan huruf Wau. Begitulah
dibaca “buku”.
Jadi, kali ini aku akan me-review buku karya Machtumah
Malayati berjudul Rahasia Diary Pegon. Sebelum itu, ini aku kasih blurbnya
dulu.
*_*_*_
Nur Laila tidak tahan lagi.
Ia baru saja kehilangan ayah ketika diminta untuk datang ke
rumah keluarga ibunya di sebuah desa yang untuk mendapatkan sinyal saja
susahnya minta ampun. Tidak ada keriuhan kota seperti di Surabaya, hanya ada
suara anak-anak mengaji di sore hari. Belum lagi sika neneknya, Mbak Bin, yang
tampaknya sama sekali tidak sayang kepadanya.
Ketika berkemas hendak hidup sendiri di Surabaya, sepupunya
terbata membaca sebuah buku. Diary Nihayah. Buku itu ditulis dalam huruf yang
tidak Laila mengerti.
Laila bertekad untuk bisa membaca sendiri diary ibunya
tersebut. Bermula hanya ingin mengenal karakter ibunya, Laila justru menemukan
rahasia mengejutkan.
*_*_*_
Kisah ini berlatar belakang kehidupan desa yang sarat akan
keagamaan. Bagaimana anak-anak kecil mengaji di sore hari, bermain petak umpet,
saling beradu, bertengkar, ribut hal sepele, kemudian meminta maaf, esoknya
ribut lagi. Di setiap hari kamis, akan ada pengajian untuk ibu-ibu rumah
tangga. Ada juga guru mengaji di TPQ, tempat para anak kecil belajar mengaji.
Kisah ini berawal saat Nur Laila harus tinggal di sebuah
desa tempat ibunya berasal. Ibunya meninggal saat ia lahir di dunia, secara
otomatis ia tak mengenal desa itu, bahkan keluarganya. Selama delapan belas
tahun ia tinggal di Kota bersama Ayahnya. Ketika Ayahnya meninggal, Ia merasa
sebatang kara.
Kehidupan desa yang terasa sangat asing baginya membuat ia
ingin segera kembali ke kota. Ia juga merasa tak diterima di rumah itu saat
Neneknya menunjukkan rasa tidak suka padanya. Namun, sebuah buku diary milik
ibunya membuatnya tetap tinggal di rumah tersebut. Ia ingin belajar mengaji.
Karena jika ia bisa mengaji, maka ia bisa membaca diary milik ibunya itu yang
tertulis dengan huruf pegon.
Dengan motivasi itulah, Laila bersemangat untuk mengaji.
Dengan dibantu Mas Ilham, salah satu guru mengaji di TPQ tersebut, dan beberapa
anak kecil yang belajar mengaji, ia mencoba memecahkan rahasia yang ada di
balik buku itu. Kamu penasaran dengan isi buku diary itu? maka baca bukunya,
ya...
Buku ini berhasil aku baca dalam waktu tidak lebih dari
sehari. Weekend memang waktu yang tepat untuk membaca. Alur ceritanya membuatku
nostalgia saat aku masih anak-anak. Berangkat mengaji, mengantri untuk giliran nderes, setelah itu bermain
kejar-kejaran, dan masih banyak kegiatan masa kecil lainnya yang membuatku tersenyum
bangga. Ternyata masa kecilku sangat menyenangkan. :)
Penulis berhasil membawaku merasakan adrenalin akibat
terlalu penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya Laila.
Walaupun begitu, Penulis tidak menyampaikan dengan terburu-buru, melainkan agak
sedikit diperlambatkan. Namun tetap dalam taraf yang wajar.
Ada semangat yang coba penulis sampaikan dalam buku ini.
Semangat untuk menggapai keinginannya. Kegigihan dalam menerjang badai yang
ada. Walau ego dan gengsi setinggi gunung merapi, tetap harus dikalahkan dengan
kesabaran dan ketabahan hati seluas samudra yang tak bertepi. Jangan lupa untuk terus membaca, karena membaca adalah
jembatan untuk melihat dunia. Wassalamualaikum...
0 Comments