"Dangdut": Skenario Politik dan Jalur Jurnalistik yang Tergoyang Dari Putu Wijaya


Judul buku: Dangdut (Tetralogi pertama novel dangdut)
Penulis: Putu Wijaya
Penerbit: Basabasi
tahun terbit: 2017
Tebal halaman: 330 Halaman

Assalamu’alaikum...
Pernah dengar nama Putu Wijaya? Bagi kalian yang anak pers pasti paham siapa itu Putu Wijaya. Namun, kalian pun yang suka menulis dan suka membaca buku terbitan dari Basabasi pasti tahu seperti apa tulisan Putu Wijaya. Kali ini, aku bakal me-review salah satu dari sekian banyak buku yang telah ditulis oleh Putu, salah satunya Dangdut yang merupakan novel seri pertama dari tretalogi novel dangdut.

Sebelum mengulas lebih dalam lagi, cek blurbnya dulu yok...

*_*_*_

Hidup Nora berubah total setelah secara tak sengaja melihat Mala kencing di rerumpun bunga. Pun demikian halnya dengan Mala. Kariernya sebagai pimpinan redaksi di sebuah media massa terkemuka juga berubah drastis sejak kejadian itu. Kisah keduanya memang mirip lagu dangdut yang terkesan murahan, tetapi ternyata tak sesederhana itu. Ada lapis-lapis kejadian yang menjadikan peristiwa sepele itu teramat vital. terdapat skenario politik dan jalur jurnalistik yang tergoyang oleh alunan ‘kecelakaan’ itu.

Lewat tetralogi ini beserta percakapan di dalamnya yang sekelas dengan dialog di drama-dramanya, Putu Wijaya kembali meneguhkan dirinya sebagai penulis papan atas Indonesia. Buku ini tak hanya menjadi capaian tersendiri bagi Putu Wijaya, tetapi juga menjadi karya penting dalam sastra Indonesia.
*_*_*_

Setelah itu, aku perkenalkan satu persatu tokoh yang aku anggap penting dalam cerita ini:
Nora
Nora adalah anak gadis kampung dari keluarga yang bisa disebut kurang berkecukupan. Dalam keluarganya, Nora jarang diperhatikan. Pendapatnya jarang didengarkan. Ia seorang gadis yang keras kepala dan spontanitas. Suatu hari ketika ia hendak masuk ke rumahnya, ia melihat seorang laki-laki sedang melaksanakan hajatnya di balik rerumputan yang tinggi. Nora melihatnya, dan seketika jalan hidupnya berubah tak terhitung berapa derajatnya.

Kumala
Seorang pemimpin redaksi dari sebuah media massa terkemuka di Jakarta. Ia biasa dipanggil Pak Mala. Karena kebiasaannya membuang hajat kecilnya di semak-semak tinggi, ia tak tahu bahwa saat itu dia sedang diperhatikan oleh seorang perempuan. Ia pun tak sadar, bahwa sejak saat itu hidupnya berubah dan kariernya sebagai pemimpin redaksi berada di ujung tanduk.

Cerita bermula ketika Nora tidak sengaja melihat Pak Mala sedang melakukan hajatnya di balik rerumputan tinggi. Setelah saat itu, Nora merasa ditelanjangi. Ia merasa sudah tidak suci lagi. Ia demam tinggi. Keluarganya mengatakan Nora sedang dipelet. Ketika Nora memanggil-manggil nama Pak Mala dalam tidurnya saat sakit, keluarganya mulai menduga bahwa Pak Mala menyukai Nora dan dia memeletnya. Anehnya, semua keluarga dan tetangga yang berkunjung ke rumah Nora percaya begitu saja.

Bapak Nora mengambil tindakan. Ia meminta Pak Mala menikahi Nora dengan alasan Nora telah hamil dan itu semua demi menutupi aib keluarga. Pak Mala yang saat itu dalam keadaan baru saja bangun tidur tidak tahu harus melakukan apa-apa. Sebelum hari itu, Pak Mala juga diserang keadaan dimana pikirannya dipenuhi dengan Nora. Ia tahu saat itu Nora melihatnya, namun ketika ia ingin memastikannya, Nora selalu menghindarinya. Padahal mereka bertetangga.

Hidup Pak Mala semakin tak beraturan ketika tiba-tiba dalam rekeningnya ada uang Miliaran rupiah. Ia tak tahu darimana uang itu, tapi ia yakin ini berbau politik. Ia menolak mentah-mentah. Namun, semua bukti mengarah kepadanya. Begitu juga para reporternya yang malah menjadikan dirinya sebagai narasumber, bahkan terdakwa atas pembunuhan sahabatnya sekaligus artis panas Ibu Kota.

Kisah yang tak terduga. Ku kira buku in hanya akan membahas tentang sifat keras kepalanya Nora dan ketidakberdayaan Pak Mala dalam menghadapinya. Namun, ada konspirasi di dalamnya. Seperti buku-buku Kang Putu yang lainnya, selalu menceritakan tentang Kemanusiaan dan ketidakadilan. Kali ini, selain mengandung dua hal itu, ada idealisme dalam cerita ini. Keteguhan dalam menyampaikan berita, profesionalisme juga.

Menurutku, buku ini memiliki tingkat bahasa dan diksi yang setingkat lebih tinggi dibandingkan novel-novel umum biasanya. Selain penuh dengan kalimat-kalimat jurnalistik, buku ini seperti memintaku untuk berpikir dua kali dalam membacanya. Aku beberapa kali hampir menyerah karena tak kunjung paham dengan maksudnya. Namun, aku berusaha untuk menaklukkan buku ini. Dan sampailah aku di sini. Berhasil me-review buku seri pertama ini.

Bagaimana akhir dari kisah Nora dan Pak Mala? Kalian harus baca sendiri kisahnya. Kalian akan temukan hal menarik di dalam sana.
Untuk seri kedua dari tetralogi dangdut, tunggu reviewku selanjutnya ya... Tapi kalo dapet bukunya :)
Wassalamualaikum...



Post a Comment

0 Comments